Sabtu, 16 Juni 2012
Televisi dan Masa Depan Anak
Televisi merupakan orang asing yang di terima oleh keluarga tanpa curiga. Padahal ia yang mengajari anak-akan kita membunuh, menipu, memfitnah dan lain sebagainya.
Kalau dilihat dari sejarah berkembangnya industri televisi di indonesia. TV mulai berkembang sejak tahun 1962, ketika indonesia menjadi tuan rumah dalam perhelatan akbar olah raga asia yang di kemas dalam asian games IV di jakarta. Dengan maksud memberikan layanan terbaik bagi masyarakat indonesia lebih-lebih bagi negara peserta event itu. TVRI merupakan televisi pertama kali yang tayang sejak tanggal 17 agustus 1962 merupakan rangkaian dari perhelatan akbar itu. Pada awal munculnya, TV hanya terfokus pada kepentingan publik. Ia sangat berperan bagi kemajuan bangsa dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kemajuan berfikir masyarakat. Akan tetapi pada tahap selanjutnya media itu menjadi ajang bisnis yang hanya menguntungkan segelintir orang. Tak heran tayangannya untuk beberapa dasawarsa terakhir ini, tidak memperhatikan nilai dan norma yang ada di masyarakat. Karena para pengurus media itu, hanya melihat dan menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Tapi walaupun begitu, masih banyak manfaat yang ia bawa jika para pemirsa bisa menyeleksi informasi yang di perolehnya.
TV bukanlah pesulap yang bisa merubah keadaan dengan hanya berkata “bim salabim, jadi!”. Tetapi TV telah mampu merubah keadaan besar, hanya dalam hitungan detik. Salah satu contoh perubahan yang di tengarai karena TV adalah tren anak muda desa yang telah bisa menggunakan celana pensil, yang sebelumnya merupakan trennya pemuda metrolitan. Mereka (pemuda desa) juga bangga dengan tren seperti itu, Bahkan mereka akan mengatakan katrok bagi temannya yang tidak menggunakan celana potangan seperti itu. Padahal sebelumnya, mereka menganggap bahwa tren itu sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai orang desa dan juga nilai agama. Mereka telah disulap oleh TV walau tidak menggunakan “bim salambim, jadi!”. Tentunya perubahan seperti itu tidak seratus persen merupakan pengaruh media TV, tetapi menurut saya, TV merupakan penyuplai terbesar bagi perubahan-perubahan seperti itu.
Ia telah mampu membawa peradaban indonesia keluar dari peradaban klasik dari waktu ke waktu. Corak kehidupan yang mewarnai bangsa ini pun semakin kompleks. Berbagai masalah muncul silih berganti dengan beraneka ragam jenisnya. KDRT, pembunuhan, bunuh duri, dan lain sebagainya merupakan masalah yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Tentunya, masalah itu terjadi karena banyak motifnya, dari kecemburuan sampai ekonomi. Tetapi yang tidak dasadari oleh kebanyakan orang faktor konstruk yang dibangun oleh televisi yang setiap saat menyajiakan aneka warna kehidupan. Ada banyak program TV yang menyajikan kekerasan psikis maupun fisik, sehingga karakter tokoh yang ada telah mampu merubah karakter pemirsa tanpa ia merasa bahwa dirinya telah ada pada karakter yang berbeda. Itulah kelihaian TV dalam melakukan perubahan di masyarakat tanpa kita sadari bahwa mindset kita telah dirubah. Tak heran jika di Amerika ada penelitian yang dilakukan oleh harian Lost Angeles Times, menunjukkan bahwa empat dari lima orang Amerika, menganggap bahwa kekerasan di televisi mirip dengan dunia nyata. Itu bukan berarti, dunia nyata yang mempengaruhi tayangan televisi tetapi sebaliknya.
Iklan yang ditayangkan televisi telah membuat masyarakat Indonesia menjadi konsumtif. Program smack down yang sempat menjadi kontrversial beberapa waktu lalu dan akhirnya ditutup, itu karena berdampak negatif bagi pemirsa utamanya anak-anak dan kaum remaja yang tidak bisa menyaring informasi yang mereka dapat. Bahkan menurut kriteria yang diluncurkan oleh YKAI, tontonan bagi anak-anak seperti kartun jepang “Doraimon dan Crayon Shinchan” masuk pada tontonan yang harus diwaspadai dan dihindari. Kartun doraimon harus diwaspadai karena terdapat adegan kekerasan secara fisik dan psikis. Selain itu tokoh utana dalam kartun itu “Nobita” merupakan tokoh yang berkarakter bodoh, pemalas, egois, dan suka tidur. Sedangkan Crayon Shinchan merupakan serial yang harus dihindari karena dalam serial itu, selain ada kekerasan secara fisik dan psikis juga tedapat adegan seksual dan pelecehan terhadap kaum wanita. Dan tokoh sinchan tidak patut untuk dijadikan panotan dalam serial itu, karena ia dalam memanggil ibunya tidak dengan sebutan ibu, tetapi memanggil dengan namanya saja. Selain dua tontonan itu, masih banyak lagi (kalao tidak mau dikatakan hampir semua) tontonan yang sangat tidak mendidik, seperti sinetron yang banyak menampilkan kehidupan glamor, sadisme, pornografi dan mistik.
Sungguh mengkhawatirkan tayangan seperti itu bagi masa depan anak. Namun bagi para orang tua tidaklah perlu cemas dengan kenyataan seperti itu. Karena anak-anak kita sesungguhnya bisa diarahkan pada jalan yang benar sejauh kita bisa dan menyadari perlunya pendampingan yang intens terhadap anak. Karena kalau tidak dengan demikian, maka pada ahirnya kekerasan di TV akan membuat anak menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah (era muslim, 27-07-2004). Tak heran jika kita sesekali melihat berita dari TV, anak membunuh orang tuanya.
Itu semua tidak akan terjadi kalau ada kesadaran dari orang tua, karena kesadaran anak bisa dibangun oleh orang tua. Akan tetapai yang saya lebih khawatirkan adalah kebanyakan orang tua tidak menyadari akan tipu daya tayangan TV. Terkadang mereka sama-sama menikmati tayangan berbahaya seperti the master dan lain sebagainya, tanpa mendiskusikan hal-hal positif dan negatifnya. Sebenarnya pada sisi pokok kiri atau kanan atas dari layar TV kita tertulis BO (bimbingan orang tua). Namun kebanyakan dari kita tidak menghirruakan tulisan itu karena terlalu asiknya nonton. Kalau orang tua terus menerus seperti itu apa yang akan terjadi pada masa depan anak?
TV merupakan orang asing yang telah diterima oleh kita, ia mengajari anak-anak kita sesuai dengan keinginannya tanpa ada kontrol dari kita. Coba bayangkan, ketika kita pulang dan menemui anak-anak kita, duduk bersama orang yang tidak kita kenal sama sekali dan orang itu mengajari anak kita menampar, menggunjing, membunh dan lain sebagainya. Apakah kita tidak akan marah dan mengusirnya? Televisi juga seperti itu mengajari banyak kejelekan namun kita tidak menyaadari. Saya tidak akan menyuruh para orang tua untuk menjual televisinya tetapi akan mengajak untuk menjaga anak-anak kita agar tidak nonton tayangan yang tidak bermanfaat.
Sebagai orang tua, harus bisa memberi batasan waktu nonton, kapan boleh dan kapan harus berhenti nonton. Cobalah membuat kesapakatan bersama dalam menentukan batasan-batasan itu. Orang tua harus bisa menstimulus anak agar kreatif dan ajaklah mereka melakukan dialog tentang acara televisi yang ditontonnya. Selain itu orang tua juga harus bisa memberikan permainan yang lain agar anak tidak kecanduan pada TV.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Afiliados
Label 3
Footer Widget 1
Footer Widget 3
Trending Template
Pages
Popular Template
Recent Post
Blogger Themes
Label 6
Comments
Label 5
Label 4
Label 1
hh
Label 2
Laman
Footer Widget 2
TERJEMAH
Search
Blog Archive
-
▼
2012
(11)
-
▼
Juni
(10)
- Negara Islam dan Demokrasi: Berbeda Tapi Sama
- Alangkah Lucunya Pendidikan di Negeri Ini
- Menanam Pluralisme Agama Menuai Kesejahteraan
- Mewaspadai Money Politic
- Televisi dan Masa Depan Anak
- Kemerdekaan Seterusnya
- Kebijakan yang Tak Pernah Bijak; Sekolah Bertaraf ...
- Jalan Muhammad Jadi Nabi
- Haji dan Keajaiban Tuhan
- Menyikapi Peperangan Identitas
-
▼
Juni
(10)
Mengenai Saya
- Dapur Ilmiah
- Sumenep, Jawa Timur, Indonesia
- Dapur Ilmiah (DI) merupakan blog yang secara konsisten menayangkan berbagai penelitian ilmiah. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Salam DI.
Arsip Blog
-
▼
2012
(11)
-
▼
Juni
(10)
- Negara Islam dan Demokrasi: Berbeda Tapi Sama
- Alangkah Lucunya Pendidikan di Negeri Ini
- Menanam Pluralisme Agama Menuai Kesejahteraan
- Mewaspadai Money Politic
- Televisi dan Masa Depan Anak
- Kemerdekaan Seterusnya
- Kebijakan yang Tak Pernah Bijak; Sekolah Bertaraf ...
- Jalan Muhammad Jadi Nabi
- Haji dan Keajaiban Tuhan
- Menyikapi Peperangan Identitas
-
▼
Juni
(10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar