“Bukanlah
bentuk negaranya yang menyebabkan pemerintahan itu menjadi baik atau menjadi
buruk, tetapi system yang oleh Negara tersebut serta kepemimpinan yang adil
yang memungkinkan kondisi yang baik itu menjadi tercipta ” (Gus Dur)
Perdebatan
tentang kenegaran dan pemerintahan yang sering terjadi didunia ini, khususnya
di Indonesia adalah terkait pelaksanaan pemerintahan dan bentuk pemerintahan,
yakni sistem demokrasi dan penerapan syariat islam. Hal itu sangat wajar sekali
karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan dan mempunyai penduduk
muslim terbesar di dunia. Tak heran kalau ada isu-isu tentang penerapan syari’ah
dan khilafaf sebagai bentuk negaranya.
Tentu saja tidak
semua penduduk muslim Indonesia yang berkeinginan untuk menerapkan system
syari’ah yang mengacu pada AlQur’an dan Al-Hadits sebagai bentuk undang-undang
negaranya. Karena islam Indonesia terdiri dari berbagai aliran, mulai dari yang
beraliran kanan hingga ke aliran kiri, dari yang paling keras hingga yang
paling lembut dan lain sebagainya.
Banyak orang
yang bingung terkait isu penerapan syari’at islam dan penerapan demokrasi di
Negara kita ini, karena perdebatan tentang hubungan islam dan demokrasi belum
pernah di perdebatkan dan didudukkan secara intelektual. Pewacanaan tentang
hubungan itu hanya muncul secara sporadis dan tidak utuh (Mun’im A Sirri. 2002).
sehingga penyikapan simplikatif di sebagian kalangan umat muslim Indonesia
terjadi dan akhirnya berkembang pada penyikapan pro-kontra tentang formalisasi
syari’at islam.
Mereka yang terus
menerus mengupayakan untuk formalisasi syariat islam, sebernarnya tidak
mengetahui terhadap nilai-nilai yang di
kandung dalam demokrasi. Dalam artian, mereka menolak secara sepihak terhadap
demokrasi tanpa mengkaji lebih dalam. Karena mereka terlalu benci kepada orang-orang
barat dan dalam buku perpolitikan islam sendiri juga tidak ada yang namanya
demokrasi, akan tetapi walaupun demikian bukan berarti nilai-nilai
kedemokrasian tidak ada dalam Al-Quur’an.
Perdebatan itu
sering hanya mempermasalahkan label atau nama dari bentuk Negara, sedangkan
hal-hal yang memerlukan penanganan secara cepat, seperti kemiskinan, pengangguran
dan lain sebagainya, itu diabaikan. Padahal esensi diadakannya pemimpin dan
Negara, salah satunya adalah memberikan jalan kesejahteraan bagi warganya. Maka
patutlah kita merenungkan perkatan Gus Dur di atas yang mengingkan terjadinya
situasi yang baik dan sejahtera dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Sebenarnya kalau
kita jeli dan tidak mengartikan dan menafsirkan Al-Qur’an secara tekstual, maka
kita akan menemui bahwa tidak ada seruan
secara tegas terkait penerapan Negara Khilafah. Bahkan kalau kita lebih masuk
pada esensi dari Negara khilafah itu, kita akan menemui yang namanya sebuah
tatanan kehidupan yang sangat harmonis dan hal itu juga sebagai prinsip dari
demokrasi. Makanya Prof. A’la mengatakan bahwa sebenarnya khilafah itu adalah
demokrasi itu sendiri. Tidak hanya itu, dari saking agungnya nilai-nilai
demokrasi, Emha Ainun Nadjib dalam bukunya yang berjudul Demokrasi La Roiba
Fih mengatakan “Demokrasi itu harga mati, demokrasi itu kebenaran sejati
dan demokrasi itu prinsip mutlak, pedoman perikehidupan yang bersifat absolut,
tidak boleh ditolak, tidak boleh dipertanyakan, bahkan sediktpun tidak boleh
diragukan”.
Mereka yang
tidak mau dengan demokrasi sebenarnya hatinya tertutup oleh kebencian yang
sangat dalam terhadap barat. Sehingga apapun bentuk dan namanya yang datang
dari barat dianggap salah dan tidak sesuai dengan islam. Mereka terlalu sempit
menyimpulkan hal demikian. Mereka lupa akan keluasan hukum tuhan dan tidak
sesempit seperti apa yang mereka pikirkan. Maka dari itulah dianggap perlu bagi
saya untuk menghadirkan bentuk persamaan atau singkronisasi islam dan
demokrasi.
Islam
dan Demokrasi
Dalam konsep
khilafah tidak ada yang bisa membuat hukum secara mutlak kebenarannya kecuali Tuhan
pencipta alam. Manusia dengan akalnya, dalam merumuskan segala sesuatu hanya
akan menemui kebenaran yang relatif. Makanya, bagi para golongan yang menggempar-gemporkan
akan dilaksanakannya khilafah islamiah sebagai tatanan kebangsaan dan
kenegaraan sangat menolak konsep demokrasi dengan alasan, Demokrasi hanya
merupakan hasil cipta, rasa dan karya manusia, yang tentunya hal itu tidak bisa
diterapkan didunia karena hanya temuan kebenaran yang relatif. Tidak ada yang
berhak membuat aturan selain Tuhan. Demokrasi yang mengagung-agungkan kedaulatan
rakyat sangat ditentang oleh kelompok yang ingin mendirikan Negara khilafah,
karena sesungguhnya kedaulatan bukan ada ditangan rakyat ataupun manusia, akan
tetapi ada di tangan Tuhan penguasa jagad raya.
Adapun
prinsip-prinsip khilafah sebagaimana telah di dijelaskan oleh Adeng Muchtar
Ghazali dalam civic educationnya adalah: Tauhid (mengesakan Tuhan),
Al-Adalah (keadilan) dan Syuro (musyawaroh). Inilah yang menjadi prinsip utama
dalam penegakan syari’ah. Dengan demikian mau tidak mau ketika kita memperbincangkan
yang namanya keadilan dan musyawaroh maka disinilah sebenarnya pengangkatan
terhadap harkat dan martabat manusia. Tak heran kalau ada adigium yang
mengatakan “suara rakyat adalah suara Tuhan”.
Demokrasi
sebagaiman dijelaskan oleh Abraham Lincoln: government of the people, by the
people and for the people, merupakan sebuah tatanan pemerintahan yang
mengedepankan hak-hak rakyat karena sesungguhnya rakyat mempunyai hak istimewa
yang harus di angkat kepermukaan. Dalam demokrasi tidak ada perbedaan rakyat
dihadapan hukum, semua manusia sama, baik pejabat pemerintah ataupun petani
kalau bersalah harus dihukum sesuai ketentuan yang telah ditetapkan secara
bersama-sama dalam musyawarah.
Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) menyampaikan nilai pokok demokrasi yaitu: kebebasan, persamaan, dan
musyawarah atau permusyawaratan. Sedangkan Syekh Ali Abduuraziq mengatakan
bahwa inti dari demokrasi adalah kebebasan, keadilan dan Syura. Musyawarah
inilah yang menjadi titik tumpu dalam melaksanakan demokrasi, karena
dengan itulah semua kalangan bisa menyampaikan segala hak dan aspirasinya.
Begitu agungnya
demokrasi yang mengedepankan keadilan, persamaan dan asas musyawarah didalam
menyelasaikan semua urusan yang menyangkut rakyat. Tidak boleh ada interfensi
dari pihak manapun yang bisa mempemgaruhi tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Adakah gerangan nilai-nilai demokasi yang tidak sesuai dengan islam?
Tentu saja tidak ada. Dalam Islam, Allah menjelaskan bahwa tidak ada bedanya
manusia satu dengan lainnya, yang membedakan hanyalah kualitas keimanan dan
ketakwaannya.